“Terkadang kita dapat sedekat nadi namun bisa juga menjadi
sejauh asa”
Bila sedang baik – baik saja, merasa tak ada hambatan yang
berarti. Tapi sekalinya tersandung, semua masalah seakan dipaparkan menjadi
begitu jelas. Bila sedang baik – baik saja, keyakinan penuh selalu mengiringi.
Tapi sekalinya tersenggol, keraguan menyerang… menghapus tawa dengan derai air
mata.
Kesalahan beranjak dewasa ditemani dongeng klasik. Percaya
dengan keajaiban cinta, kekuatan atas ketulusan hati. Di kehidupan nyata, semua
itu hanya semu….. semua serba abu – abu. Sejenak terdiam, mungkin happy ending itu hanya milik fairy-tale bukan untuk manusia nyata.
Ku jatuh cinta lagi. Cinta yang tidak dipaksakan. Cinta yang
tidak direncanakan. Cinta yang terlalu tiba – tiba menyapa dan membutuhkan
respon secepat kilat. Aku termangu. Iya-tidak-iya-tidak. Sebab sakit itu masih
terasa. Sakit itu masih membekas. Aku takut membuat kesetiaan lagi, berkomitmen
pada seseorang.
Menerawang dalam pandangannya, memikirkan ucap demi ucap
yang keluar dari bibirnya. Itu pilihan yang sulit. Untuk menerima orang yang
sangat baru untuk menaruh harapan baru yang melambung. Aku pandangi dirinya,
aku pejamkan mata sejenak. Adakah dia lelaki yang akan bersamaku di masa depan?
Hatiku bergemuruh seakan didera badai. Entah ini badai
asmara atau alarm pengingat bahwa cinta terlalu dini bagiku. Dalam satu helaan
nafas setelah beribu pikiran, aku menerimanya. Aku menerima dia sebagai
lelakiku… yang ku harap terakhir.
Kini aku telah melewati angka 16 untuk yang ke 16 kalinya.
Manis asam percintaan sedikit banyak ku lalui bersamanya. Sampai nafas
berhembus saat ini, dialah lelaki terbaikku. Dia menjadi sumber bahagiaku, juga
dapat menjadi bumerang bagiku. Takutku kian menjadi, menghantui tiap langkah
perjalanan kita. Dia mempunyai apa yang banyak wanita dambakan, aku gusar. Dia
dapat meninggalkanku kapan saja, dapat memilih wanita mana saja yang
diinginkan. Sedangkan aku, memeluk kakinya untuk berkata tetaplah denganku..
Dalam tidur lelapnya, sering ku mengecupnya, mengusap begitu
sempurna raga dirinya dan mendekap tubuhnya yang selalu menopang kegelisahanku.
Karena aku tidak tahu, sampai mana takdir berkehendak. Dan berharap pada sang
Pencipta, untuk menggariskan dia kepadaku… Amin.